Waktu menunjukkan pukul 1:45 dini hari saat ku tuliskan surat ini untukmu, ditengah perasaan rindu yang begitu sesak, ditengah uraian kata yang tak mampu kuucapakan menjadi sebuah kalimat, kuputuskan untuk menyapamu lewat sebuah surat. Tak banyak kata yang ingin ku rangkai untukmu, kau tahu mengapa? karena rasa rinduku telah mewakili setiap ungkapan yang tak pernah sampai untukmu.
Kamu...
Aku tak sedang ingin menanyakan kabar, karena aku sangat tahu kamu bukanlah orang yang ceroboh untuk tidak menjaga kesehatanmu. Aku pun tidak sedang ingin berbasa-basi hanya untuk sekedar membuka percakapan denganmu. Sekali lagi, aku hanya ingin mengungkapkan rasa yang tidak pernah atau sengaja untuk tidak aku unggkapkan padamu.
Kamu...
Bisa kah hadir sekali lagi dalam tidur singkatku?
Membiarkan aku menikmati senyum yang tersungging dari bibirmu, menikmati sinar yang selalu terpancar dari teduhnya tatapan matamu, (lagi) biarkan aku menikmati sujudmu yang selalu khusuk didepan Tuhanmu. Sekali pun itu hanya dalam bunga tidurku.
Kamu...
Jika surat ini sempat kau baca, bisa kah kau datang kepadaku?
Menggenggam erat tanganku dan tidak lagi kau lepaskan, mengajakku bersimpuh di hadapan Tuhan, melebarkan sajadah lalu bersujud mengucap syukur pada Nya, atau bisakah kamu mengikatku dalam sebuah ikatan sakral yang di ridhoi sang pemilik cinta yang sesungguh Nya.
Kamu...
Bisakah membalas rinduku?
Lagi, untuk kamu sang pemilik dua vokal yang diapit tiga konsonan