Monday, February 8, 2016

Rumah Baca Suprau

"Asal Tuhan Cinta, Selesai"

Saya percaya, ketika kita ditakdirkan berada di suatu tempat yang belum pernah kita kunjungi sebelumnya, itu artinya Tuhan sedang memberikan kita sebuah kesempatan untuk melakukan hal-hal baik yang mungkin saja kita lewatkan. Itulah mengapa, dipenghujung malam ketika mata saya sulit dipejamkan, saya selalu bertanya pada diri saya sendiri. Kebaikan apa yang sudah saya lakukan hari ini? Sudahkah saya membuat paling tidak satu orang yang saya jumpai hari ini tersenyum? Atau hari yang saya lalui justru berakhir dengan kesia-siaan?

Entahlah, hanya Tuhan yang tahu.
Tempat baru, dipertemukan dengan sekumpulan orang-orang positif tentulah bukan kebetulan belaka. Tetapi ketetapan Tuhan yang harus saya syukuri.

Hari ini, saya akan bercerita perihal sekelompok anak muda positif yang saya temui di kota Sorong, serta seorang sahabat kecil saya bernama Dewi. Diberi kesempatan untuk saling bersilaturahim dan bertemu secara langsung dengan mereka, adalah salah satu dari sekian takdir Tuhan yang harus saya syukuri. Kakak-kakak keren yang menamai diri mereka volunteer Buku Untuk Papua, saling bertukar cerita, dan bertukar pengalaman dengan mereka membuat saya harus mengakui, bahwa mereka benar-benar keren. Disiang yang terik, saya diajak mereka mengunjungi rumah baca yang mereka dirikan di daerah Suprau.

Rumah Baca Suprau
Perjalanan yang kami tempuh dari tempat saya menginap ke Rumah Baca tersebut, memakan waktu sekitar 30 menit dengan menggunakan sepeda motor. Sesampainya kami di lokasi, Rumah Baca Suprau terlihat sepi. Tak ada anak-anak yang membaca, atau sekedar bermain di lokasi sekitar Rumah Baca (Kebetulan saat itu Rumah Baca Suprau sedang terkunci). Beberapa kakak-kakak volunteer BUP, terlihat meneriaki nama beberapa anak-anak yang tampak lalu-lalang di depan Rumah Baca. Tak lama, datanglah segerombolan adik-adik usia SD dengan senyum mereka yang merekah. Sambil menunggu Rumah Baca dibuka, beberapa anak tampak menyanyikan sebuah lagu.
Di sini senang di sana senang di mana-mana hatiku senang, di sini senang di sana senang di mana-mana hatiku senang lalalalalalalalalalalalalalalalalalala (Yang diulang beberapa kali).
Melihat wajah mereka yang sumringah, hari ini saya kembali diingatkan bahwa bahagia kita sendiri yang menciptakan, dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun.

Kegiatan belajar mengajar di Rumah Baca Suprau
Waktu menunjukkan pukul 15.00 WIT, beberapa anak terlihat mengambil buku pilihan mereka masing-masing, yang tersedia di Rumah Baca Suprau. Ada yang memilih belajar membaca dengan kakak-kakak Volunteer, beberapa yang lain memilih mewarnai. Di sudut ruangan, mataku menangkap adegan seorang adik yang terus saja menggandeng tangan adiknya. Ia memilih bukunya, menarik ujung baju yang saya kenakan sambil tersenyum. Mengajak saya duduk di sudut ruangan, kami berkenalan. Saya menjabat tangannya yang mungil, memperkenalkan nama sambil tersenyum padanya, ia tersenyum sambil menatapku. Gantian ia memperkenalkan namanya. Dari adegan perkenalan singkat kami, saya tahu namanya Dewi dan adiknya adalah Daniel. 

Dewi yang sibuk mewarnai dan Daniel entah sibuk melihat ke mana 
(Pict : Oleh Kakak-Kakak Volunteer BUP)


Saya dan Dewi serta diikuti Daniel, memilih duduk tidak terlalu jauh dari beberapa anak-anak lain yang tengah sibuk dengan buku mereka masing-masing. Banyak hal yang saya bicarakan dengan Dewi, sembari ia menyelesaikan proses pewarnaan gambarnya. Dari semua pertanyaan yang ia utarakan, ada satu pertanyaan yang membuat saya spechlees.  
"Kenapa kakak Wiwi, ko tutup kepala dengan kain?", dengan logat Papuanya yang khas Dewi bertanya sambil melirik kearahku.
Sambil tersenyum, saya hanya bisa mengatakan bahwa pertanyaan Dewi, akan saya jawab dipertemuan kami selanjutnya (sejujurnya, karena saya bingung harus mengatakan apa pada gadis kecil yang baru saya temui hari ini).
Bagi saya, pertemuan dengan kakak-kakak keren Buku Untuk Papua dan dengan Dewi serta adik-adik lainnya di Rumah Baca Suprau, adalah satu kebahagiaan yang Tuhan kasih. Senyum mereka, semangat mereka menjadikan saya untuk tetap semangat mengenal lingkungan baru saya di sini. Dan satu hal, asal  Tuhan cinta, selesai.

Semangat belajar adik-adik, teruslah membaca. Dari membaca, kamu akan melihat dunia. Dari membaca, kita akan dipertemukan :)


Friday, February 5, 2016

Sebuah Perjuangan

"Selamat berjuang, Wiwi. Satu pesanku.
Teman tertawa dan bersenang-senang itu banyak dan mudah ditemukan.
Teman berjuanglah yang harus kamu cari" ~ Andi Bunga Tongeng

Malam ini kularungkan doa pada Tuhan, memohon kebaikanNYA kembali, meminta pertolonganNYA lagi, esok ketika kakiku telah kuinjakkan kembali di tanah Papua harapku semua akan baik-baik saja. Empat februari 2016, menjadi awal perjalananku untuk kembali menata kehidupan di kota yang baru. Sorong, tak pernah terpikir bagiku kota ini akan menjadi salah satu bagian kehidupanku. Sebab, dulu ketika pilihannya harus kembali ke Papua aku lebih memilih kembali pada tanah kelahiranku, kembali pada masa kenangan-kenangan manis tentang masa kecilku ada, dan kembali pada masa pertama kali aku bertemu dengan cinta pertamaku.

Sorong dengan segala keeksotisannya, dengan segala keseksiannya menyambutku di pagi yang begitu cerah. Pesawatku mendarat dengan mulus tepat pukul 07.00 WIT di bandara Domine Eduard Osok. Masih tak percaya, sebab semalam aku masih ditemani rintik hujan yang jatuh membasahi kota makassar, sedang pagi ini aku disambut dengan udara kota Sorong yang masih terlihat lebih ramah. Sorong kedatanganku untuk pertama kalinya ini benar-benar tidak pernah ada dalam bucket list ku. Segala rencana yang telah kutulis dari akhir tahun 2015 kemarin, tidak pernah sekalipun menyebut Sorong sebagai salah satu kota tujuanku. Pada akhirnya sekali lagi aku harus mengakui tentang ketetapan Allah, bahwa sebagai manusia aku boleh saja berencana tetapi Allah lah yang menentukan segala rencana yang telah aku tetapkan.

Kota ini kembali mengingatkanku, bahwa keberadaanku di sini adalah untuk berjuang dan untuk kembali menemukan. Seorang teman pernah berkata,

"Jangan berhenti untuk berjuang hanya karena kau lelah. Tetapi berhentilah jika menurutmu itu adalah hal yang salah" dan "mencarilah agar kamu bisa ditemukan"

Hari ini perjuanganku kembali dimulai, kembali harus belajar mengenal watak dan karakter setiap orang yang aku temui, belajar untuk mandiri dan kembali belajar untuk menemukan kamu yang mungkin saja akan kutemui di sini. Entah seberapa mampu aku nantinya, atau entah seberapa rapuh aku pada akhirnya, yang jelas aku tau dibelahan nusantara lain ada "mereka" yang akan selalu mengingatkanku, ada "mereka" yang akan selalu menerimaku dan ada "mereka" yang akan selalu menungguku.






Thursday, February 4, 2016

Menaklukan Perjalanan

Angin memeluk tubuhku siang ini. Cahaya matahari penuh malu menyempurnakan siang yang nampak bahagia. Aku terdiam, duduk bersandar dengan note dan sebuah pena ditangan, memandang kosong kearah pepohonan yang saling mencumbu mesra tanpa malu-malu. Ditengah samarnya pikiranku, heningnya siang membawaku kembali mengingat sebuah perjalanan panjang yang membawaku hingga ke tempat ini.
 
"Jika kamu ingin melihat dirimu yang sebenarnya, berjalanlah semakin jauh. Sejauh tanah tempat engkau dilahirkan"

Kalimat yang diucapkan bapak ibarat kaset yang berulang kali diputar secara random, aku takkan menyangka saat ku tuliskan kisah ini, kaki ku tidak lagi sedang berpijak di tempat aku dilahirkan, atau pun fisikku tidak lagi berada di kota tempatku menempa ilmu selama tiga tahun belakangan ini. Ya, aku telah mengambil kesempatan yang ditawarkan kedua orang tuaku untukku, kesempatan yang tidak akan pernah mereka ulang jika tidak segera ku jawab saat itu.

1 september 2014, kulangkahkan kakiku dengan cukup rasa percaya diri, mengalahkan rasa percaya diri seorang pria yang ingin melamar wanitanya. Perjalananan yang kumulai dari makassar hari itu adalah perjalanan pertamaku untuk sebuah misi, aku menyebutnya "cita-cita, harapan, serta mimpi". Berbekal ransel serta tentu saja tiket dan tidak lupa tekad serta doa yang dilarungkan kepada sang pencipta aku memulai langkah dengan ucapan Bismillah :)

Perjalanan hampir tiga jam kuhabiskan diatas pesawat, makasar, surabaya, kemudian sampailah aku di yogyakarta , tiga jam yang singkat buatku untuk menikmati keindahan yang disuguhkan Tuhan. Ini bukan kali pertama aku menginjakkan kaki ditanah jawa, tetapi ini adalah kali pertama aku menginjakkan kaki di yogyakarta. Perjalanan yang samar, tanpa tahu alur serta prosesnya, yang ku tahu hanyalah ending dari perjalananku yakni kota tujuanku solo. Tepat pukul lima sore kurang seperempat, pesawatku telah tiba di bandara adisutjipto yogyakarta.

Ditengah abu-abunya perjalananku, berbekal gps, google maps, nanya satpam bandara serta dituntun langsung oleh sahabatku melalui telephone, aku mendapatkan dua solusi menuju solo. Pertama naik bis yang relatif agak mahal untuk mereka yang sudah terbiasa naik kereta, serta waktu perjalanannya yang relatif agak lama dan kedua tentu saja naik kereta dengan konsekuensi berdiri sejam jika tiket yang menyediakan jasa tempat duduk sudah terjual habis. Tanpa banyak berfikir, aku memutuskan untuk naik kereta, (lagi) bermodal mulut dan keberanian untuk bertanya, ku hampiri satpam bandara untuk menanyakan di mana stasiun maguwo (nama stasiun didapat dari info teman dan searching di mbah google).

Tepat sejam perjalanan yogyakarta menuju solo, ku habiskan dengan "melamun". Merasa tak percaya, sejauh inikah aku melangkah, sejauh inikah yang kuinginkan, entahlah. Tetapi satu hal yang aku tahu dengan sangat pasti, langkah kakiku telah membawaku menaklukkan seperempat dari panjangnya perjalanaku.