Sunday, December 28, 2014

Surat Kesekian

"Malam, ditengah sunyi ada rindu yang merasuk. Ada kenang yang menyesakkan"

Malam ini, di bawah atap bumi kegundahan kembali datang menyiksa. Mempertanyakan segala yang bahkan mungkin saya sendiri tak paham apa jawabnya. Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang mungkin ketika di tanyakan pada seseorang akan sangat terlihat mudah, tetapi ketika kita di minta untuk menjawabnya terasa amat sangat sulit. Pertanyaan yang dimulai dengan mengapa saya menyukai kamu? mengapa saya mengagumi kamu? dan mengapa saya tega menyimpan rasa terhadapmu? Pertanyaan yang seketika membuat saya mempertanyakan sendiri kewarasan saya.

Kamu, saya pernah dan masih menyukai kamu, saya pernah dan juga masih kagum padamu, dan saya lagi-lagi pernah dan masih menyimpan rasa terhadapmu. Entah harus dari mana lagi saya memulainya, rasa-rasanya menanyakan kabar menjadi terlalu biasa dan bahkan sangat canggung, bagi saya dan kamu yang sudah terlalu lama bermain-main dengan waktu. Tetapi tetap saja, semenjak kita dipisahkan oleh jarak, semenjak saya mulai rajin menyebut namamu dalam perbincangan saya pada Tuhan, dan semenjak senja tak lagi seindah dulu, sehingga saya memutuskan menikmati indahnya fajar saya hanya mampu berucap bahwa saya merindukan kamu.

Saya merindukan kamu melebihi kerinduan saya pada ladang dandelion, saya merindukan kamu melebihi kerinduan saya berlari dibawah rinai hujan, dan saya merindukan kamu melebihi kerinduan saya ketika kamu menanyakan bagaimana kabar saya. Betapa beruntungnya kamu, dibalik segala hal yang tak bisa saya sisakan, kerinduan terhadapmu masih saja enggan untuk meninggalkan.

Dua vokal yang diapit tiga konsonan
Ditengah malam yang semakin pekat, dan diantara bintang yang bersembunyi dibalik langit malam izinkan saya mengirimkan surat kesekian ini untukmu, dibelahan mana pun kamu, cukuplah kamu dengan segala aktivitas hari ini, beristirahatlah sayang.

Friday, December 26, 2014

Semacam Rindu

"Sekalipun hati harus menanggung sayatan luka-luka kecil akibat kekecewaan"

Semacam rindu, perasaan yang merasuk kala adzan memanggil untuk segera bersimpuh dihadapan NYA. Subuh tadi, ditengah dingin yang tak kunjung bisa aku kuasai, perasaan gelisah tanpa sebab merasuk merusak kenyamanan pagi yang seharusnya menyenangkan. 

Semacam rindu, perasaan itu kembali mengingatkan pada memoar-memoar luka yang dipenuhi kekecewaan. Tentang kesetiaan yang tidak berujung pada kebersamaan, tentang embun yang tidak tertinggal di pagi hari dan tentang pelangi yang tak ditemui sehabis hujan.

Semacam rindu, ketakutan itu mampu meninggalkan goresan-goresan kelam yang aku tahu sebabnya bahwa aku ingin melupakan.
Semacam rindu, aku cukup menikmati luka dengan berpura-pura tidak suka.
Semacam rindu, setelah ini kumohon jangan pernah datang kembali. 
Sebab, aku bahagia menjadi luka

Aku Tunggu Kamu Di Sini

"Karena rasa tidak pernah merasa benar-benar dimiliki. Sebab, segala yang terjadi karena Allah yang mengizini"

Kota ini kembali memasuki musim penghujan, layaknya perindu yang akan kembali merindukan, layaknya malam yang menggantikan siang, dan layaknya hujan yang diumpamakan pembawa pesan rindu, izinkan aku kembali berucap selamat malam kamu, lelaki yang tak pernah lalai melupakan Tuhannya. Kabarmu, tak perlu aku pertanyakan. Sebab, postingan-postinganmu menjawab segala tanda tanya itu.

Kamu, aku merindukan waktu dimana kita duduk saling bertukar cerita, tentang hal-hal baik yang sedang kita perjuangkan.
Aku rindu dimana kamu selalu bisa menasehatiku, tapi tidak menggurui disaat rapuh datang.
Kamu, aku merindukan waktu dimana aku bisa melihatmu bersimpuh dihadapan Tuhanmu.
Dan kamu, aku menanti waktu dimana bibirku mampu berucap jujur padamu.

Suatu saat, aku menjanjikan waktu untuk jujur padamu.
Suatu saat, aku menjanjikan perasaan untuk tidak diingkari lagi, dan
Suatu saat ketika kamu memiliki keberanian, maka bersegeralah untuk menanyakannya padaku.
Aku tunggu kamu di sini.

Thursday, December 25, 2014

Maafkan Aku Menyukaimu

Diantara malam yang semakin pekat, diantara hujan yang semakin tak bersahabat izinkan aku mengucap selamat malam padamu, lelaki sederhana yang amat suka melipat lengan bajunya. Di belahan mana pun kamu, ku harap kamu selalu dalam penjagaan NYA. Perihal waktu, rasanya delapan tahun bukanlah waktu yang amat singkat untuk memiliki rasa terhadapmu, tetapi bukanlah waktu yang teramat cepat pula, untuk menghapusmu dalam setiap catatan-catatan rindu yang tanpa kamu ketahui ada kamu di dalamnya.

Melihat linikala kepunyaanku, harus ku akui entah sudah berapa banyak surat tak sampai yang telah aku tuliskan kepadamu, entah sudah berapa banyak waktu aku habiskan untuk mencintaimu dalam diam dan entah berapa banyak ucapan rindu aku titipkan setiap hujan datang menemuiku. Kesederhanaanmu membuatku bertahan untuk tetap mencintaimu, kesederhanaanmu membuatku memilih ketidakpastian daripada kepastian, dan lagi kesederhanaanmu membuatku menunggu tanpa kamu ketahui bahwa kamu yang aku tunggu.

Sederhananya kamu adalah cara ku menaruh hati padamu, sederhananya kamu adalah ketidaksederhanaan yang dianugerahkan Tuhan untukku. Kamu, adakah kelak akan ada waktu untuk kita melebarkan sajadah dan sujud bersama? Adakah kelak akan ada waktu dimana kamu mengimamiku, mengajakku bertemu sang pemilik cinta yang sebenar NYA? dan adakah kelak akan ada waktu kita duduk berhadapan ditemani secangkir teh hangat hanya untuk sekedar bersenda gurau? 

Pada akhirnya, apa salahnya berharap pada hari-hari depan. Bukankah sangat menyenangkan, menebak-nebak labirin mana yang paling tepat untuk dilalui? Bukankah sangat menyenangkan, bertanya-tanya dikamukah ini akan berakhir? Meminta dan memantaskan diri adalah pekerjaan yang harus aku lewati untuk kehidupan yang lebih baik.


"Untuk dua vokal yang diapit tiga konsonan, maafkan aku menyukaimu"