Monday, April 27, 2015

Menerima

"Menunggumu yang pergi saja sudah menyita banyak waktu, maka menunggu yang dipilihkan Tuhan mungkin takkan lagi sesulit dan semelelahkan saat aku menunggu kamu"

Selamat pagi sayang,
maaf jika jarak suratku teramat dekat dari surat yang terakhir kali aku tulis dan kamu baca. Aku hanya memiliki waktu yang cukup luang untuk menuliskannya saja, tak ada maksud apa-apa hanya saja semakin sering aku menuliskanmu surat maka semakin aku bisa berdamai denganmu.

Sayang,
aku mengaku kalah. Mengaku kalah dari perasaan rindu yang tak bisa aku sampaikan dengan leluasa padamu. Mengaku kalah dari kepura-puraan yang aku bangun untuk menutupi canggungku. Mengaku kalah dari perasaan merelakan yang tak bisa aku relakan. Yahhh, aku mengaku kalah.

Kekalahanku membuatku berpura-pura untuk merasa kuat, berpura-pura tegar, dan berpura-pura bahagia. Terkadang aku mempertanyakan segalanya, sampai kapan aku harus bersembunyi dibalik bahagia yang bias? Sampai kapan aku harus menyimpan rasa sesak yang siap meledak kapanpun ia mau? dan sampai kapan aku harus berkawan dengan sepi?

Maka, biarkan aku menarik napas sebentar. Biarkan aku menikmati sepiku ditengah keramaian. Biarkan aku secara perlahan mengumpulkan semangatku, kemudian biarkan aku tetap hidup. Layaknya terbit yang membawa harapan baru, dan terbenam yang menyisakan rindu pada akhirnya harus aku akui, satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah menghadapinya.
Menerima bahwa kamu dan aku tidak lagi berjalan berdampingan, menerima bahwa kamu dan aku hanyalah harapan yang tidak lagi nyata, dan menerima bahwa kamu adalah bagian dari banyaknya orang yang pernah punya cerita denganku.
Dengan menerima, harapku aku bisa segera melupakan. Meski aku tahu melewatinya tak pernah menjadi mudah, bahkan mungkin terlalu sulit untukku.

Sayang,
selamat berjuang untuk menerima, layaknya aku yang sedang mengusahakannya.

Dari aku,
Ladang Dandelionnmu

0 comments: