Thursday, February 4, 2016

Menaklukan Perjalanan

Angin memeluk tubuhku siang ini. Cahaya matahari penuh malu menyempurnakan siang yang nampak bahagia. Aku terdiam, duduk bersandar dengan note dan sebuah pena ditangan, memandang kosong kearah pepohonan yang saling mencumbu mesra tanpa malu-malu. Ditengah samarnya pikiranku, heningnya siang membawaku kembali mengingat sebuah perjalanan panjang yang membawaku hingga ke tempat ini.
 
"Jika kamu ingin melihat dirimu yang sebenarnya, berjalanlah semakin jauh. Sejauh tanah tempat engkau dilahirkan"

Kalimat yang diucapkan bapak ibarat kaset yang berulang kali diputar secara random, aku takkan menyangka saat ku tuliskan kisah ini, kaki ku tidak lagi sedang berpijak di tempat aku dilahirkan, atau pun fisikku tidak lagi berada di kota tempatku menempa ilmu selama tiga tahun belakangan ini. Ya, aku telah mengambil kesempatan yang ditawarkan kedua orang tuaku untukku, kesempatan yang tidak akan pernah mereka ulang jika tidak segera ku jawab saat itu.

1 september 2014, kulangkahkan kakiku dengan cukup rasa percaya diri, mengalahkan rasa percaya diri seorang pria yang ingin melamar wanitanya. Perjalananan yang kumulai dari makassar hari itu adalah perjalanan pertamaku untuk sebuah misi, aku menyebutnya "cita-cita, harapan, serta mimpi". Berbekal ransel serta tentu saja tiket dan tidak lupa tekad serta doa yang dilarungkan kepada sang pencipta aku memulai langkah dengan ucapan Bismillah :)

Perjalanan hampir tiga jam kuhabiskan diatas pesawat, makasar, surabaya, kemudian sampailah aku di yogyakarta , tiga jam yang singkat buatku untuk menikmati keindahan yang disuguhkan Tuhan. Ini bukan kali pertama aku menginjakkan kaki ditanah jawa, tetapi ini adalah kali pertama aku menginjakkan kaki di yogyakarta. Perjalanan yang samar, tanpa tahu alur serta prosesnya, yang ku tahu hanyalah ending dari perjalananku yakni kota tujuanku solo. Tepat pukul lima sore kurang seperempat, pesawatku telah tiba di bandara adisutjipto yogyakarta.

Ditengah abu-abunya perjalananku, berbekal gps, google maps, nanya satpam bandara serta dituntun langsung oleh sahabatku melalui telephone, aku mendapatkan dua solusi menuju solo. Pertama naik bis yang relatif agak mahal untuk mereka yang sudah terbiasa naik kereta, serta waktu perjalanannya yang relatif agak lama dan kedua tentu saja naik kereta dengan konsekuensi berdiri sejam jika tiket yang menyediakan jasa tempat duduk sudah terjual habis. Tanpa banyak berfikir, aku memutuskan untuk naik kereta, (lagi) bermodal mulut dan keberanian untuk bertanya, ku hampiri satpam bandara untuk menanyakan di mana stasiun maguwo (nama stasiun didapat dari info teman dan searching di mbah google).

Tepat sejam perjalanan yogyakarta menuju solo, ku habiskan dengan "melamun". Merasa tak percaya, sejauh inikah aku melangkah, sejauh inikah yang kuinginkan, entahlah. Tetapi satu hal yang aku tahu dengan sangat pasti, langkah kakiku telah membawaku menaklukkan seperempat dari panjangnya perjalanaku.

1 comments:

Hana said...

Haloo kak Wiwiw...

Semoga betah di kota yang sekarang menjadi rumahnya...

Ada beberapa kata yang seharusnya dimirngkan seperti; nama kota (Makassar, Yogyakarta, Solo, dan Surabaya); penyebutan Tuhan (Sang Pencipta)

tulisannya menginspirasi untuk: jangan takut menjadi perantau

Ana