Angin memeluk tubuhku siang ini.
Cahaya matahari penuh malu menyempurnakan siang yang nampak bahagia. Aku
terdiam, duduk bersandar dengan note dan sebuah pena ditangan, memandang kosong
kearah pepohonan yang saling mencumbu mesra tanpa malu-malu. Ditengah samarnya
pikiranku, heningnya siang membawaku kembali mengingat sebuah perjalanan
panjang yang membawaku hingga ke tempat ini.
"Jika kamu ingin melihat dirimu yang
sebenarnya, berjalanlah semakin jauh. Sejauh tanah tempat engkau
dilahirkan"
Kalimat yang diucapkan bapak ibarat kaset yang
berulang kali diputar secara random, aku takkan menyangka saat ku tuliskan
kisah ini, kaki ku tidak lagi sedang berpijak di tempat aku dilahirkan, atau
pun fisikku tidak lagi berada di kota tempatku menempa ilmu selama tiga tahun
belakangan ini. Ya, aku telah mengambil kesempatan yang ditawarkan kedua orang
tuaku untukku, kesempatan yang tidak akan pernah mereka ulang jika tidak segera
ku jawab saat itu.
1 september 2014, kulangkahkan kakiku dengan
cukup rasa percaya diri, mengalahkan rasa percaya diri seorang pria yang ingin
melamar wanitanya. Perjalananan yang kumulai dari makassar hari itu adalah
perjalanan pertamaku untuk sebuah misi, aku menyebutnya "cita-cita,
harapan, serta mimpi". Berbekal ransel serta tentu saja tiket dan tidak
lupa tekad serta doa yang dilarungkan kepada sang pencipta aku memulai langkah
dengan ucapan Bismillah :)
Perjalanan hampir tiga jam kuhabiskan diatas
pesawat, makasar, surabaya, kemudian sampailah aku di yogyakarta , tiga jam
yang singkat buatku untuk menikmati keindahan yang disuguhkan Tuhan. Ini bukan
kali pertama aku menginjakkan kaki ditanah jawa, tetapi ini adalah kali pertama
aku menginjakkan kaki di yogyakarta. Perjalanan yang samar, tanpa tahu alur
serta prosesnya, yang ku tahu hanyalah ending dari perjalananku yakni kota
tujuanku solo. Tepat pukul lima sore kurang seperempat, pesawatku telah tiba di
bandara adisutjipto yogyakarta.
Ditengah abu-abunya perjalananku, berbekal gps,
google maps, nanya satpam bandara serta dituntun langsung oleh sahabatku
melalui telephone, aku mendapatkan dua solusi menuju solo. Pertama naik bis yang
relatif agak mahal untuk mereka yang sudah terbiasa naik kereta, serta waktu
perjalanannya yang relatif agak lama dan kedua tentu saja naik kereta dengan
konsekuensi berdiri sejam jika tiket yang menyediakan jasa tempat duduk sudah
terjual habis. Tanpa banyak berfikir, aku memutuskan untuk naik kereta, (lagi)
bermodal mulut dan keberanian untuk bertanya, ku hampiri satpam bandara untuk
menanyakan di mana stasiun maguwo (nama stasiun didapat dari info teman dan
searching di mbah google).
Tepat sejam perjalanan yogyakarta menuju solo, ku
habiskan dengan "melamun". Merasa tak percaya, sejauh inikah aku
melangkah, sejauh inikah yang kuinginkan, entahlah. Tetapi satu hal yang aku
tahu dengan sangat pasti, langkah kakiku telah membawaku menaklukkan seperempat
dari panjangnya perjalanaku.
1 comments:
Haloo kak Wiwiw...
Semoga betah di kota yang sekarang menjadi rumahnya...
Ada beberapa kata yang seharusnya dimirngkan seperti; nama kota (Makassar, Yogyakarta, Solo, dan Surabaya); penyebutan Tuhan (Sang Pencipta)
tulisannya menginspirasi untuk: jangan takut menjadi perantau
Ana
Post a Comment