Wednesday, January 8, 2014

Jarak

Harapan adalah jawaban ketika jarak adalah sebuah pertanyaan. Aku berbincang dengan embun, saat fajar malu-malu menampakkan wajah. Perbincangan hangat yang lebih banyak di dominasi oleh hening, ia seolah-olah bertanya tentang pengembaraanku denganmu, tentang perjalanan waktuku yang panjang hingga aku akhirnya kembali ke tempatku.

Aku bercerita tentangmu, tentang keoptimisanmu, tentang cintamu hingga tentang harapan yang tidak pernah kamu realisasikan menjadi sebuah kepastian. Pengembaraan kita (dulu) kini hanya menjadi sebuah cerita yang tidak lagi punya arti, dulu aku ragu bisa mengembara bersamamu, tetapi kamu meyakinkanku dengan caramu yang sangat hebat dan menakjubkan. Aku terpukau, hingga akhirnya memilih berjalan di sisimu. Saat badai mulai mendekati kita, aku tahu bahwa kamu adalah orang pertama yang mudah goyah dan jatuh. Jujur sejak saat itu, aku tak lagi kuat mengembara bersamamu. Tetapi Tuhan selalu meyakinkanku dengan caraNYA, bahwa aku harus selalu mendampingimu. Jika dengan aku saja kamu begitu mudahnya di jatuhkan, maka tak ada jaminan dengan orang yang bukan aku kamu akan bertahan.

Fajar akhirnya pergi, dan tepat saat itu matahari dengan tampak malu-malu mulai menampakkan wajahnya, embun kembali lenyap dan tak terlihat lagi dari pandanganku, pada saat yang sama aku kembali bernostalgia dengan masa laluku. Saat aku mulai merangkai kepastian denganmu, kamu justru memilih jalan yang berbeda denganku. Kamu berhasil mematahkan kepercayaanku, menghancurkan kepastian yang susah payah aku bangun. Seharusnya aku tahu sejak awal kamu adalah pemberi harapan, bukan kepastian, kekecewaan itu begitu memuncak menghancurkan segala angan, pedih rasanya ketika pengembaraan itu harus berlanjut tetapi dengan arah yang berbeda.

Kini, pengembaraan kita adalah sebuah jarak, kamu mengembara dengan harapan yang lain, sedang aku masih tetap menunggu dengan kepastian yang sama. Aku tak lagi menganggapmu sebagai masa lalu yang harus aku ingat, tetapi satu hal pasti yang seharusnya kamu tahu, bahwa kamu adalah jarak yang tidak bisa lagi aku harapkan.

"Pemilik yang seharusnya tidak aku harapkan"

6 comments:

shrydaviid said...

jarak yang tak bisa lagi kau harapkan, maukah kau menunggu harapan itu kembali datang atau beranjak mencari kepastian yang lain? ah, itu pilihanmu wahai sang pemilik hehehe

hayyy, Wi~ suka deh sama tulisan kamu yang menceritakan jarak se se seeeekece itu :))

Adityar said...

Cakepnya tulisannya :)

Iva Mairisti said...

duh kayak kena pehape gitu kan yak, ternyata dia bisa tanpa kamu kan, sedih deh :(
semoga suatu saat jarak itu tidak lagi jadi masalah, tapi ini seperti jarak yang tidak nyata, tapi hati yang semakin menjauh, bener gak sih. Memang susah untuk memupuskan harapan karena seperti masih belum percaya bahwa dia udah jauh di depan sana :'(

Unknown said...

Jadi jarak yang gak bisa aku harap kan..
Wahh bagus nih, mantap

Joga Tjahja Poetra said...

anjis... dalem bahasanya :')
semacam gak tau diri padahal udah diperjuangin gitu ya?

Unknown said...

"pedih rasanya ketika pengembaraan itu harus berlanjut tetapi dengan arah yang berbeda."

(((ARAH YANG BERBEDA)))