Friday, February 20, 2015

Perempuan Penggenap Hujan

Aku sedang duduk dengan kesibukan ku mengerjakan skripsi akhir-akhir ini, aku sedang duduk di tengah ruangan luas yang tentu saja hening, dan aku sedang duduk diantara beberapa staf yang sedang sibuk menggosipkan artis-artis yang belakangan banyak muncul di tv, sedang dibeberapa sudut lain ruangan, pandanganku disuguhkan pada beberapa gadis yang sibuk ber-selfie ataupun hanya sekedar merapikan alis mereka. Ya, belakangan perpustakaan adalah tempat yang kupaksakan menjadi menyenangkan, serta tempat yang kupaksakan menjadi favorit untuk hanya sekedar mengisi hari-hari.

Di luar sedang hujan, saat kenyamananku berada diruangan hening ini tiba-tiba dikagetkan dengan suara handphoneku sendiri. Sms dari mu yang mengatakan bahwa kamu sedang terluka, membuatku sedikit khawatir. Ini bukan kali pertama, kedua ataupun ketiga kamu mengatakan bahwa kamu sedang terluka, ini adalah pesan yang hampir seumpama alarm yang mengingatkan bahwa kamu (lagi) terluka. Kali ini, entah harus kujawab apa pesan darimu, sebab berkali-kali pula aku harus kalah argumen denganmu. Bagimu, memberikan kabar padaku seperti hal wajib, tetapi maafkan aku jika kabar darimu seringkali membuatku terganggu. Terganggu karena aku tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan padamu.

Di luar sedang hujan, dan kali ini angin menyertainya. Aku belum juga membalas sms dari mu. Tidak, bukan karena aku mengacuhkanmu, aku hanya sedang memikirkan kalimat yang tepat untuk membalasnya. Kuharap orang-orang disekililingku tidak mendengar helaan nafasku, sebab membalas smsmu adalah hal yang kurasa lebih sulit dari sekedar menyelesaikan skripsiku. Pada akhirnya kamu seharusnya jauh lebih tau. Sejujurnya, selama ini aku tidak pernah berusaha mati-matian untuk melupakan seseorang. Kamu tau kenapa? Sebab, sesudah hujan akan ada pelangi, dan tentu saja sesudah malam akan ada siang. Seperti itulah yang akan terjadi nantinya, meskipun untukmu, proses ini telah memakan waktu yang sangat-sangat lama.

Angin masih saja menyertai hujan, kali ini ia menyerupai badai. Membuat aku enggan bangkit dari tempat nyamanku. Kamu tau, kamu sungguh sangat menyerupai angin. Angin yang enggan berjalan sendiri, angin yang lebih memilih mengikuti arah hujan ke selatan maupun utara, angin yang membutuhkan hujan untuk menyamarkan luka. Aku tau, tak mudah menjadi kamu. Kamu dengan keras kepalanya dirimu, kamu dengan kesetiaanmu yang berlebihan dan kamu dengan maafmu. Untuk kali ini bisakah kamu mendengarkanku? Bisakah kamu berhenti menjadikan dirimu sebagai luka? Bisakah kamu berhenti berlari dibawa rinai hujan, untuk hanya sekedar menyamarkan lukamu? dan Bisakah kamu berdiri dengan tegak untuk menantang hujan? Ku harap kamu bisa.

Aku memang tidak akan pernah bisa mengerti tentang perasaanmu, sebab aku tak pernah merasakan luka sepertimu. Kita tau, bahwa kamu dan aku sama, tetapi juga berbeda disaat yang sama. Kamu keras kepala dengan ketidak inginanmu untuk melupakan dia, yang menjadikan dirimu terluka. Sedangkan, aku keras kepala dengan ketidak inginanku disakiti oleh orang-orang disekelilingku. Oleh sebab itu ku mohon sembuhkan lukamu, sudah saatnya kau menemukan kebahagiaanmu dari seseorang yang akan mencintaimu apa adanya, seseorang yang hanya melihat kearahmu, seseorang yang akan memayungkanmu ketika berjalan dibawah rinai hujan, seseorang yang akan mengimamimu ketika bersimpuh dihadapan Tuhanmu, seseorang yang akan memelukmu untuk menenangkanmu, dan tentu saja seseorang yang mau menjadi apa saja, selama itu bersama dengan dirimu.

Besok, ataupun lusa ketika kamu mengirimkan sebuah pesan, kuharap kamu tidak lagi mengatakan bahwa kamu sedang terluka. Ku harap aku mendapatkan kabar baik darimu, sebab kebahagiaanmu adalah harapku. Sebab, aku tidak ingin menjadikanmu sebagai angin, tetapi aku akan memintamu menggenapi hujan.

Dari aku sahabatmu,
di kota yang berbeda





10 comments:

Unknown said...

Wiwi selalu buat saya ingin membuat karya kaya gini,
g tau kenapa saya paling suka dengan tulisan puitis seperti ini

Dini Febia said...

Ya, kabar baik. Akan selalu ditunggu. :)

rizki said...

Padahal dari tema bikin skripsi jadi begini.. bahasanya puitis bgt

Pangeran Wortel said...

Wiwi..... Tulisan lu keren. :)

Pangarn jadi inget skripsi juga, ni. Tapi gk dapet kiriman pesan dari siapapun. Catet, Pangeran hanya dapet pesan dari Operator. -_-

Kebahagiaanmu adalah harapanku. Asekkk. keren2. Nulis gini juga, ah...

Unknown said...

Balas sms lebih susah daripada nyusun skripsi? Gak sampe ngebayanginya :D

Unknown said...

gue ga bisa komentar apa-apa lagi. diksi lo keren banget kak, sumpah.

cuman sekedar saran aja ya, kayaknya fontnya kekecilan deh kak, gue bacanya sampe harus mendekat ke laptop hehe. sekedar saran aja kok :)

Unknown said...

gue ga bisa komentar apa-apa lagi. diksi lo keren banget kak, sumpah.

cuman sekedar saran aja ya, kayaknya fontnya kekecilan deh kak, gue bacanya sampe harus mendekat ke laptop hehe. sekedar saran aja kok :)

Ponco Adi Nugroho said...

Sebenarnya susah bacanya gara-gara mata min dan font yang kecil (Maaf).
Tapi, tulisan seperti ini selalu memaksa aku buat baca sampe kalimat terakhir, serius :))

ADMIN said...

Diksinya keren, gak berat dan mudah di cerna, alurnya juga mengalir apa adanya. Balas sms aja kayanya susah banget ya, harus muter otak berkali-kali lipat, otak bisa ngebul cuman buat mikirin kata-kata balasan hhe

Rizka Ilma Amalia said...

Tulisan Kakak bagus banget. Diksinya keren. Nggak berat, mudah dipahami. :D

Memang terkadang balas pesan itu lebih sulit daripada balas dendam, ya. Tapi, balas dendam kan nggak boleh. Padahal di atas nggak ada tulisan yang bahas balas dendam. Hhh.. :')

Semoga dia segera menggenapi hujan, ya.