"Malam, ditengah sunyi ada rindu yang merasuk. Ada kenang yang menyesakkan"
Malam ini, di bawah atap bumi kegundahan kembali datang menyiksa. Mempertanyakan segala yang bahkan mungkin saya sendiri tak paham apa jawabnya. Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang mungkin ketika di tanyakan pada seseorang akan sangat terlihat mudah, tetapi ketika kita di minta untuk menjawabnya terasa amat sangat sulit. Pertanyaan yang dimulai dengan mengapa saya menyukai kamu? mengapa saya mengagumi kamu? dan mengapa saya tega menyimpan rasa terhadapmu? Pertanyaan yang seketika membuat saya mempertanyakan sendiri kewarasan saya.
Kamu, saya pernah dan masih menyukai kamu, saya pernah dan juga masih kagum padamu, dan saya lagi-lagi pernah dan masih menyimpan rasa terhadapmu. Entah harus dari mana lagi saya memulainya, rasa-rasanya menanyakan kabar menjadi terlalu biasa dan bahkan sangat canggung, bagi saya dan kamu yang sudah terlalu lama bermain-main dengan waktu. Tetapi tetap saja, semenjak kita dipisahkan oleh jarak, semenjak saya mulai rajin menyebut namamu dalam perbincangan saya pada Tuhan, dan semenjak senja tak lagi seindah dulu, sehingga saya memutuskan menikmati
indahnya fajar saya hanya mampu berucap bahwa saya merindukan kamu.
Saya merindukan kamu melebihi kerinduan saya pada ladang dandelion, saya merindukan kamu melebihi kerinduan saya berlari dibawah rinai hujan, dan saya merindukan kamu melebihi kerinduan saya ketika kamu menanyakan bagaimana kabar saya. Betapa beruntungnya kamu, dibalik segala hal yang tak bisa saya sisakan, kerinduan terhadapmu masih saja enggan untuk meninggalkan.
Dua vokal yang diapit tiga konsonan
Ditengah malam yang semakin pekat, dan diantara bintang yang bersembunyi dibalik langit malam izinkan saya mengirimkan surat kesekian ini untukmu, dibelahan mana pun kamu, cukuplah kamu dengan segala aktivitas hari ini, beristirahatlah sayang.